Selamat Membaca Semoga Bermanfaat


widgeo.net

Wednesday, December 23, 2015

REKAM MEDIS ELEKTRONIK 
(KONSEP, PENERAPAN DAN REGULASI)


Konsep Rekam Kesehatan Elektronik
Dalam UU no 29 tentang Praktik Kedokteran tahun 2004 pada bagian penjelasan pasal 46 ayat (1), yang dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Pengertian yang sama juga digunakan pada Permenkes 269/2008 mengenai rekam medis.Di dalam produk hukum tersebut disebutkan bahwa rekam medis juga dapat berbentuk elektronik. Akan tetapi pengertian secara jelas mengenai rekam medis elektronik atau bahkan seperti perkembangan saat ini menjadi rekam kesehatan elektronik tidak ditemukan.
Rujukan yang lengkap mengenai hal tersebut terdapat dalam berbagai publikasi Institute of Medicine (IOM). Meskipun dari segi aplikasi, rekam pasien berbasis komputer sudah diterapkan sejak sekitar 40 tahun yang lalu, namun konsepnya pertama kali diungkap secara mendalam dalam salah satu publikasi IOM pada tahun 1991. Laporan tersebut berjudul The Computer-Based Patient Record: An Essential Technology for Health Care. Saat itu istilah yang digunakan masih rekam medis/pasien berbasis komputer. Semenjak itu, seiring dengan perkembangan teknologi serta penerapannya dalam pelayanan kesehatan berbagai konsep bermunculan.Pada akhir 1990an istilah tersebut berganti menjadi rekam medis elektronik dan rekam kesehatan elektronik. Pada tahun 2008, National Alliance for Health Information Technology mengusulkan definisi standar mengenai hal tersebut (tabel 1). Perkembangan istilah tersebut menunjukkan bahwa RME/RKE tidak hanya sekedar berubahnya kertas menjadi komputer.
Tabel 1. Pengertian dasar rekam medis elektronik, rekam kesehatan elektronik dan rekam kesehatan personal (Sumber: National Alliance for Health Information Technology (2008, April 28). Report to the Office of the National Coordinator for Health Information Technology on defining key health information technology terms. Department of Health and Human Services. Http://www.nahit.org/docs/hittermsfinalreport_051508.pdf )
Rekam medis elektronik Rekam kesehatan elektronik Rekam kesehatan elektronik
Rekaman/catatan elektronik tentang informasi terkait kesehatan (health-related information) seseorang yang yang dibuat, dikumpulkan, dikelola, digunakan dan dirujuk oleh dokter atau tenaga kesehatan yang berhak (authorized) di satu organisasi pelayanan kesehatan Rekaman/catatan elektronik informasi terkait kesehatan (health-related information) seseorang yang mengikuti standar interoperabilitas nasional dan dapat dibuat, dikumpulkan, dikelola, digunakan dan dirujuk oleh dokter atau tenaga kesehatan yang berhak (authorized) pada lebih dari satu organisasi pelayanan kesehatan Rekaman/catatan elektronik informasi terkait kesehatan (health-related information) yang mengikuti standar interoperabilitas nasional dan dapat ditarik dari berbagai sumber namun dikelola, dibagi serta dikendalikan oleh individu.
Pada tahun 2003, IOM juga mempublikasikan laporan terakhir yang memuat 8 fungsi rekam kesehatan elektronik, yang terbagi menjadi fungsi utama dan fungsi lain. Dengan memadukan kedua literatur tersebut, RME adalah dengan sistem yang hanya berlaku di satu organisasi dengan minimal 4 fungsi utama sedangkan RKE akan melibatkan lebih dari satu organisasi yang berbeda. Di negara kita, RKE mungkin dapat dicontohkan jika terdapat jaringan antar puskesmas, atau bahkan dengan rumah sakit dalam satu lingkup sistem informasi kesehatan kabupaten/kota. Demikian juga konsep RKE bisa berlaku jika suatu jaringan (atau kelompok) pelayanan kesehatan memiliki sistem yang sama untuk berbagi dan bertukar data rekam medis.
Tabel 2. Fungsi RKE menurut Institute of Medicine (2003) (dikutip dari Wager, KA, Lee FW, Glaser JP. Healthcare information systems: a practical approach for health care management. John Wiley & Sons. San Francisco 2009)
Fungsi utama Fungsi lainnya
Data dan informasi kesehatan: diagnosis medik dan keperawatan, daftar pengobatan, alergi, demografi, informasi klinis yang bersifat naratif, hasil laboratorium Komunikasi dan konektivitas elektronik: memungkinkan siapa saja yang terlibat dalam perawatan pasien berkomunikasi satu sama lain dan dengan pasien, teknologi untuk komunikasi serta konektivitas melalui email, Web, perpesanan dan telemedicine
Manajemen hasil (result management): mengelola seluruh hasil (misal laboratorium dan radiologi) secara elektronik Pendukung pasien: meliputi materi pendidikan pasien sampai dengan pemantauan rumah atau telehealth
Pemasukkan perintah (order entry): penerapan pemasukan perintah oleh petugas secara elektronik (computerized provider order entry) khususnya dalam memasukkan pengobatan Administratif: memudahkan proses penjadwalan, otorisasi, verifikasi asuransi, program manajemen penyakit kronik, sampai dengan uji klinik
Pendukung keputusan (decision support): fasilitas pendukung keputusan berbasis komputer, misalnya pengingat, alert, maupun diagnosis berbantuan komputer Pelaporan dan kesehatan masyarakat: mengikuti standar terminologi dan format data untuk pelaporan
Jika melihat definisi tersebut, fasilitas kesehatan dapat disebut telah melakukan penerapan RKE atau RME jika sistem tersebut telah menghubungkan pelayanan pasien di unit utama (rawat jalan dan atau rawat inap) dengan unit penunjang (farmasi, radiologi, laboratorium) dan dilengkapi dengan berbagai fungsi elektronik untuk mendukung pelayanan.
B. Penerapan RKE
Sehingga berdasarkan kajian tersebut di atas, definisi rekam kesehatan elektronik juga harus jelas batasan dan ruang lingkupnya. Apakah baru rekam medis terotomasi, rekam medis terkomputerisasi (biasanya dipindai secara digital), rekam medis elektronik, rekam kesehatan elektronik (RKE) atau sampai dengan rekam kesehatan personal? Berbagai variasi implementasi ini tidak terlepas dari aspek internal organisasi, pilihan pengguna serta kemampuan dan kondisi di fasiltas kesehatan.
Di negara kita, pengalaman menunjukkan bahwa terdapat variasi yang lebar dalam penerapan RME/RKE. Ada yang sudah menggunakan komputer tetapi bersifat standalone utk menyimpan data pasien. Yang jenis seperti ini pun memiliki fungsi yang beragam, dari yang hanya memasukkan diagnosis saja, sampai dengan yang lengkap dengan pengobatan bahkan ada juga disertai dengan formulir mengenai kondisi higiene dan sanitasi rumah tangga (yang pada akhirnya tidak pernah diisi). Ada pula yang sudah realtime multi user dengan local area network (LAN). Puskesmas, rumah sakit, klinik dan balai pengobatan pun juga dapat memiliki rekaman data pasien secara elektronik dengan kondisi yang berbeda-beda.
Di RSUD Banyumas, RME diterapkan untuk asuhan keperawatan sedangkan aspek medis meskipun sudah revisi ke-4 tetapi sampai sekarang belum diimplementasikan. Namun, standar teknis RME seperti yang disebutkan dalam berbagai literatur belum menjadi perhatian utama. DI RSCM, Pusat Jantung Terpadu telah menerapkan sistem informasi klinik berbasis teknologi Web. Sistem tersebut berhasil memadukan data klinis yang telah dimasukkan oleh dokter/perawat terpadu dengan data laboratorium yang langsung terkirim dari alat laboratorium. Salah satu rumah sakit swasta di Jakarta disebutkan telah menggabungkan teknologi teleradiologi yang menggabungkan data image terkirim ke perangkat genggam dokter.
Di kabupaten Purworejo, 20 diantara 27 puskesmas sudah menjalankan RKE dengan kondisi adopsi yang bervariasi. Mereka menggunakan aplikasi berbasis komputer yang didukung dengan jaringan real time dari puskesmas ke dinas kesehatan. Rata-rata setiap puskesmas memiliki 4 komputer yang tersambung dalam LAN. Beberapa kabupaten di Indonesia juga dilaporkan menggunakan model seperti di Purworejo, misalnya di kabupaten Wonosobo, Tomohon dan lainnya.
Di Yogyakarta, di klinik yang khusus melayani para pegawai dan mahasiswa di UGM (GMC= Gadjah Mada Medical Centre) dokternya tidak lagi menggunakan status rekam medis kertas. Mouse dan keyboard sudah menggantikan pena untuk mencatat gejala, hasil observasi, diagnosis sampai dengan pengobatan. Namun, hingga kini hanya klinik tersebut satu-satunya fasilitas kesehatan rawat jalan yang menggunakan rekam kesehatan elektronik (RKE) secara penuh di Jogja. Di kota ini juga, salah satu laboratorium swasta menyediakan layanan akses hasil pemeriksaan laboratorium melalui SMS dan Web.
Jika rumah sakit pendidikan, mestinya keinginan pengembangan lebih kuat daripada rumah sakit non pendidikan. Beberapa pengalaman di luar negeri menunjukkan bahwa keberhasilan RKE diantaranya karena sistem kesehatan memang sangat berbeda: dokter digaji tinggi, kalau tidak mengisi discharge summary tidak digaji, infrastruktur tidak bermasalah, pasien mungkin lebih sedikit. Sementara di tempat kita secara umum pasien banyak, waktu kerja sedikit, tenaga kesehatan terbatas, pasokan listrik tidak menentu, vendornya juga belum tahu. Jika disediakan aplikasi yang canggih, beban entrynya banyak, malah tidak terisi. Memang, tentu saja ada sebagian rumah sakit kita sudah seperti di luar negeri bahkan ada rumah sakit swasta yang vendornya pun juga dari luar negeri.
Dengan perkembangan teknologi yang luar biasa, familiaritas terhadap komputer yang semakin tinggi, infrastruktur jaringan dan komunikasi yang semakin baik, serta tuntutan terhadap pelayanan kesehatan yang lebih efektif, efisien serta keselamatan pasien (patient safety), maka inovasi, kreasi dan adopsi terhadap RME/RKE akan terus meningkat. Nah, pada sisi inilah seringkali muncul keraguan terhadap adanya RME/RKE. Apalagi pengalaman menunjukkan bahwa tidak ada sistem elektronik yang 100% aman. Nah, dari sini pertanyaan yang muncul adalah bagaimanakah perlindungan hukum terhadap RME/RKE? Apakah sistem hukum yang ada sudah cukup menjamin terhadap penerapan RME/RKE? Kalau belum, apa yang kita perlukan?
C. Implikasi Hukum
Secara pribadi, saya merasa tidak memiliki kapasitas untuk menjawab pertanyan tentang apakah sistem hukum yang ada sudah cukup menjamin terhadap penerapan RME/RKE. Saya kira, yang tepat untuk menjawab pertanyaan ini adalah para ahli dan praktisi hukum. Namun, saya mencoba memberikan perspektif yang berbeda mengenai hal ini.
RME/RKE sebenarnya merupakan salah satu komponen dari sistem manajemen kesehatan. Subsistem manajemen kesehatan merupakan salah satu komponen dari sistem kesehatan. Sistem kesehatan juga merupakan salah satu subsistem dari sistem pemerintahan. Ada berbagai perundangan yang sebenarnya memberi warna atau bersentuhan dengan keberadaan RME atau RKE. Sampai saat ini belum ada satu perundangan menyebut secara spesifik istilah rekam medis elektronik atau rekam kesehatan elektronik. Namun demikian, di setiap perundangan terdapat beberapa hal yang sebenarnya menjadi dasar mengapa RME/RKE dapat diterapkan. Beberapa perundangan tersebut adalah:
1.UU 29 2004: Praktek Kedokteran
2.UU 40 2004: Sistem Jaminan Sosial Nasional
3.UU 23 2006: Administrasi Kependudukan
4.UU 11 2008: Informasi dan Transaksi Elektronik
5.UU 14 2008: Keterbukaan Informasi Publik
6.UU 36 2009: Kesehatan
7.UU 44 2009: Rumah sakit
8.Permenkes 511 tahun 2002: Strategi pengembangan SIKNAS dan SIKDA
9.Kepmenkes 844/2006: Kodefikasi data
10.Kepmenkes 269/2008: Rekam medis
Namun, yang menjadi persoalan adalah hingga saat ini belum ada satu produk hukumpun yang secara teknis mengatur mengenai RME/RKE. Hal ini sebenarnya wajar karena hingga saat ini belum ada satu komite/organisasi yang khusus mengkaji secara mendalam mengenai RME/RKE. Sebenarnya, ada perhimpunan rekam medis (PORMIKI), ada pula pendidikan khusus mengenai rekam medis. Demikian juga diskusi mengenai pentingnya RME/RKE sudah mulai muncul. Yang belum adalah upaya bersama untuk membahas mengenai RME dan RKE yang cukup mendalam dan melibatkan berbagai ahli/profesi.
Keterlibatan berbagai profesi ini sangat penting (terutama dari ahli TI) karena sifat kontemporer TI itu sendiri. saat menyusun peraturan mengenai RKE. Perkembangan multimedia saat ini telah mendorong semakin melimpahnya data medis dalam bentuk gambar/foto, suara sampai dengan video. Nah, ketika sudah sampai multimedia ini menjadi wewenang siapa? Kemkes atau Kominfo? Ketika saat ini banyak vendor yang menawarkan berbagai aplikasi, apakah perlu ada aturan tentang standar yang harus dipatuhi? Standar tidak semata-mata kode ICD-10 untuk klasifikasi penyakit. . Demikian juga perlukah sertifikasi terhadap software sehingga hanya software tertentu yang diijinkan untuk digunakan di rumah sakit? Bagaimana pula standar yang mengatur pertukaran data dari alat medis ke database?
Dalam diskusi mengenai RKE di Jogjakarta setahun yang lalu, Prof Budi Sampurno menyampaikan bahwa idealnya peraturan yang tidak akan membuat hukuman, tetapi justru mendorong penggunaannya. Isu mengenai registrasi, sertifikasi dan akreditas mengenai RKE penting dan saat ini perlu dieleborasi lebih rinci lagi agar bisa dibuat norma hukumnya.
D. Penutup
Artikel singkat ini telah mencoba mengulas pengertian rekam kesehatan elektronik, bentuk yang ada maupun prospek penerapannya di berbagai sarana pelayanan kesehatan di Indonesia. Secara umum, kemajuan teknologi dan sistem informasi menjadi salah satu pendorong utama mengapa sarana pelayanan kesehatan mengadopsi RKE. Produk perundangan yang ada juga memberi peluang untuk menerapkannya. Sayangnya, sampai saat ini berbagai produk perundangan yang lebih teknis untuk menjamin mutu serta akuntabilitas RKE masih belum tersedia. UU 36 2009 tentang Kesehatan maupun UU 44 2009 tentang Rumah sakit mengamanatkan disusunnya peraturan perundang-undangan mengenai (sistem/manajemen) informasi kesehatan untuk menjamin upaya kesehatan yang lebih efektif dan efisien serta menjadi dasar manajemen informasi serta pencatatan dan pelaporan di rumah sakit. Namun sebelum perundangan tersebut diterbitkan, keputusan menerapkan RKE sangat bergantung kepada kepemimpinan (leadership) di manajemen sarana pelayanan kesehatan serta komitmen organisasi tersebut untuk memilih menerapkan atau menunggu terbentuknya berbagai produk perundangan dengan berbagai konsekuensinya. Beberapa fasilitas kesehatan sudah melangkah ke sana, bagaimana dengan Anda?


oleh : anisfuad.blog.ugm.ac.id/tag/rekam-medis-elektronik/
MANFAAT REKAM MEDIS ELEKTRONIK (RME)
 
Salah satu penggunaan teknologi informasi (TI) di bidang kesehatan yang menjadi trend dalam pelayanan kesehatan secara global adalah rekam medik elektronik. Di Indonesia, dikenal dengan Rekam Medik Elektronik (RME). RME sudah banyak digunakan di berbagai rumah sakit di dunia sebagai pengganti atau pelengkap rekam medik kesehatan berbentuk kertas.
Secara administratif rekam medis elektronik bermanfaat sebagai gudang penyimpanan informasi secara elektronik mengenai status kesehatan dan layanan kesehatan yang diperoleh pasien sepanjang hidupnya. Selain itu, penggunaan rekam medis elektronik memberikan manfaat kepada dokter dan petugas kesehatan dalam mengakses informasi pasien yang pada akhirnya membantu dalam pengambilan keputusan klinis. Pencatatan rekam medis adalah wajib bagi dokter dan dokter gigi yang melakukan tindakan medis kepada pasien, sesuai dengan aturan sehingga tidak ada alasan bagi dokter untuk tidak membuat rekam medik tersebut. Rekam medik elektronik merupakan solusi bagi rumah sakit untuk mengatasi berbagai masalah yang sering terjadi di rumah sakit seperti tempat penyimpanan yang besar, hilangnya rekam medis, pengeluaran data yang dibutuhkan, dan lain-lain.
Meski memiliki berbagai manfaat, di Amerika Serikat dan sejumlah negara lain penggunaan sistem RME atau Electronic Medical Record (EMR) ini sangat sedikit, hanya 15-20 persen dokter yang mengadopsi sistem EMR dan 20-25 persen dari rumah sakit, hal ini disebabkan karena penggunaan sistem EMR memerlukan biaya tinggi (membutuhkan investasi yang lebih besar daripada RM kertas, untuk perangkat keras dan perangkat lunak serta biaya penunjang), kurangnya sertifikasi dan standarisasi, kekhawatiran tentang privasi dan adanya kekhawatiran siapa yang akan membiayai sistem EMR ini.
Pada tahun 2003 RAND Health Information Technology (HIT) mulai melakukan studi untuk lebih memahami peran dan pentingnya EMR dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dan menginformasikan kepada pemerintah agar bisa memaksimalkan manfaat dari EMR dan meningkatkan penggunaannya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Richard dkk, antara lain:
  1. Peningkatan produktivitas: penggunaan sistem EMR dapat mengurangi biaya
  2. Efisiensi: sistem EMR yang diadopsi, dapat mengurangi sumber daya yang ada untuk meningkatkan kualitas pelayanan
  3. Mengurangi kejadian efek samping obat dalam perawatan rawat inap dan rawat jalan
  4. Penggunaan HIT untuk perawatan pencegahan jangka pendek.
    Sistem EMR dapat mengintegrasikan rekomendasi berbasis bukti untuk layanan pencegahan (seperti ujian screening) dengan data pasien (seperti usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga) untuk mengidentifikasi pasien yang membutuhkan layanan tertentu. Sistem ini dapat mengingatkan penyedia layanan untuk menawarkan layanan selama kunjungan rutin dan mengingatkan pasien untuk jadwal perawatan.
  5. Menggunakan HIT untuk penanganan penyakit kronis jangka pendek.
    Sistem EMR dapat menjadi instrumen selama proses pengelolaan penyakit (untuk pasien berisiko tinggi, sistem manajemen kasus membantu koordinasi alur kerja, termasuk komunikasi diantara beberapa spesialis dan pasien)
Di Indonesia sendiri, rumah sakit yang telah menjalankan sistem informasi rumah sakit adalah RSUD DR. Soetomo Surabaya. Seluruh transaksi dapat terintegrasi melalui satu pintu. RM RS Soetomo sudah memakai EMR yang sangat memudahkan untuk mengeluarkan RM pasien baik secara rekap maupun detail. Para dokter dapat dengan mudah mengakses data pasien melalui login serta password yang dimilikinya.

disadur dari : Armiatin, MPHSumber: Hillestad, Richard, et al., Can Electronic Medical Record Systems Transform Health Care? Potential Health Benefits, Savings, And Costs. Health Affairs, 24, No.5 (2005)

Tuesday, February 17, 2015

SIRS 6 ONLINE

https://indra18mangun.files.wordpress.com/2013/01/web-sirs-2011-change.jpg

APA ITU SIRS DAN FUNGSI SIRS?????

Kebutuhan data dan informasi semakin meningkat dan mencakup berbagai aspek,begitu pula dalam bidang kesehatan,khususnya Rumah Sakit ,guna menentukan kebijakan di Bidang Upaya Kesehatan,Rumah Sakit wajib membuat pelaporannya.Pelaporan Rumah Sakit yang baik dan benar bergantung pada data Rumah Sakit ,sehingga di perlukan sebuah sistem manajemen yang mengatur serta mengawasi bagaimana cara mengisi dan mengolah data Rumah Sakit yang lebih di kenal Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit ( SIMRS ) .SIMRS adalah sub bagian paling penting dari SIRS,sehingga SIM-RS bisa juga di sebut Aplikasi Sistem Infromasi Rumah Sakit. lalu apa itu SIRS ? lebih jauh akan di bahas di bawah. 

1. Apa Itu SIRS

Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan dan penyajian data rumah sakit se-Indonesia. Sistem Informasi ini mencakup semua Rumah Sakit umum maupun khusus, baik yang dikelola secara publik maupun privat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 
SIRS yang berlaku saat ini adalah SIRS revisi 6 tahun 2011,dimana SIRS VI ini merupakan penyempurnaan dari SIRS Revisi V yang disusun berdasarkan masukan dari tiap Direktorat dan Sekretariat dilingkungan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. Hal ini diperlukan agar dapat menunjang pemanfaatan data yang optimal serta semakin meningkatnya kebutuhan data saat ini dan yang akan datang.

Jika kita bicara tentang Proses maka akan ada unsur Input dan Ouput.Proses dalam Input Ouput Rumah Sakit wajib melakukan Pengumpulan ,Pengelolahan,dan Penyajian Data ,rangkaian Proses ini akan menghasilkan Data Pelaporan Rumah Sakit dikirmkan dari “Rumah Sakit ke Dinas Kesehatan Provinsi & Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota”. Selain itu juga dibutuhkan pelaporan dari “Rumah Sakit ke KEMENKES RI”.Dalam Membantu implementasi SIRS ,lahirlah Aplikasi Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)  dan Menteri Kesehatan telah menerbitkan buku Petunjuk Teknis SIRS 2011,untuk mendownload buku ini,sudah di sertakan di akhir postingan ini.
penyelenggaraan SIRS guna mewujutkan visi dan misi Rumah Sakit.

Aplikasi SIRS berbasis Online,untuk itu setiap rumah sakit harus terlebih dahulu melakukan registrasi di situs resmi Direktorat Jendral Bina Upaya Kesehatan dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
http://buk.depkes.go.id/

Berikut  merupakan isi dari Pelaporan SIRS Rev. 6 “Terbaru” :

  • RL 1 “Data Dasar Rumah Sakit”

  1. RL 1.1 (Data Dasar Rumah Sakit)
  2. RL 1.2 (Indikator Pelayanan Rumah Sakit)
  3. RL 1.3  (Fasilitas Tempat Tidur Rawat Inap)
  • RL 2 “Ketenagaan”
  • RL 3 “Pelayanan”
  1. RL 3.1 (Rawat Inap)
  2. RL 3.2 (Rawat Darurat)
  3. RL 3.3 (Gigi & Mulut)
  4. RL 3.4 (Kebidanan)
  5. RL 3.5 (Perinatologi)
  6. RL 3.6 (Pembedahan)
  7. RL 3.7 (Radiologi)
  8. RL 3.8 (Laboratorium)
  9. RL 3.9 (Rehabilitasi Medik)
  10. RL 3.10 (Pelayanan Khusus)
  11. RL 3.11 (Kesehatan Jiwa)
  12. RL 3.12 (Keluarga Berencana)
  13. RL 3.13 (Farmasi Rumah Sakit)
  14. RL 3.14 (Rujukan)
  15. RL 3.15 (Cara Bayar)
  • RL 4 “Morbiditas san Mortalitas”
  1. RL 4.a (Penyakit Rawat Inap)
  2. RL 4.b (Penyakit Rawat Jalan)
  • RL 5 “Pengunjung Rumah Sakit”
  1. RL 5.1 (Pengunjung Rumah Sakit)
  2. RL 5.2 (Kunjungan Rawat Jalan)
  3. RL 5.3 (Daftar 10 Besar Penyakit Rawat Inap)
  4. RL 5.4 (Daftar 10 Besar Penyakit Rawat Jalan)
  • Dan berikut ini jenis pelaporan jika ditinjau dari waktu pelaporannya :
  1. Laporan Updating : RL 1, RL 1.1
  2. Laporan Tahunan : RL 1.2, RL 1.3, RL 2, RL 3, RL 3.1, RL 3.2, RL 3.3, RL 3.4, RL 3.5, RL 3.6, RL 3.7, RL 3.8, RL 3.9, RL 3.10, RL 3.11, RL 3.12, RL 3.13, RL 3.14, RL 3.15, RL 4, RL 4a, RL 4b.
  3. Laporan Bulanan : RL 5, RL 5.1, RL 5.2, RL 5.3, RL 5.4.

2. Fungsi SIRS.

Kita sudah membahas apa itu SIRS,dalam bahasa yang sederhana "SIRS adalah  Pelaporan Data Ruma Sakit yang Berbasis Online,sehingga lebih cepat dan mudah,serta Infromasi yang di dapatkan lebih uptodate aplikasinya di sebut SIM-RS" .SIRS hanya bisa di lakukan di situs resmi Direktorat Jendral Bina Upaya Kesehatan yaitu http://buk.depkes.go.id.dan Rumah Sakit wajib terlebih dahulu resgistrasi sebelum menggunakan SIRS.

Sekarang kita akan mengetahui Fungsi SIRS yaitu :

  • Membantu mewujudkan visi dan misi RS
  • Membangun dan mengembangkan infrastruktur teknologi informasi
  • Mensosialisasikan dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia RS mengoperasikan teknologi informasi
  • Meningkatkan kinerja Rumah Sakit menjadi lebih efisien dan efektif
  • Meningkatkan nilai jual RS di masyarakat sebagai RS yang mengedepankan pelayanan
  • Manajemen pengelolaan data menjadi informasi yang cepat dan tepat guna bagi kepentingan User, Manajemen maupun Pemerintah
  • Meningkatkan mutu dan mempercepat proses pelayanan RS
  • Meningkatkan loyalitas dan kebanggaan karyawan terhadap RS tempat mereka mengabdi
  • Mengurangi kesalahan-kesalahan faktor manusia
  • Menghilangkan permasalahan redudansi data
  • Menghilangkan permasalahan ketidakkonsistenan data
  • Pemetaan desain sistem informasi sesuai dengan kebutuhan informasi pada saat ini dan masa datang.
Maka dari itu kedepannya SIRS diperlukan untuk dapat menunjang pemanfaatan data yang optimal serta semakin meningkatnya kebutuhan data saat ini dan yang akan datang untuk menentukan kebijakan di Bidang Upaya Kesehatan.
hukum-kesehatan
Dalam kegiatan pelaporan data rumah sakit pun memiliki Dasar Hukum, yaitu :
  • UU RI 36 Tahun 2009, tentang Kesehatan :
“Pasal 168, ayat (1) : Untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan efisien, diperlukan Informasi KEsehatan.”
  • UU RI 41 Tahun 2009, tentang Rumah Sakit :
“Pasal 52 ayat 1 : Setiap rumah sakit wajib melakukan rekapitulasi laporan tentang semua kegiatan penyelenggaraan rumah sakit dalam bentuk SIM-RS.”
  • Permenkes 1171/2011, tentang SIRS :
“Pasal 1 ayat (1) : Setiap rumah sakit wajib melaksanakan Sistem Informasi Rumah Sakir (SIRS).”
dokkk
Adapun berbagai Permasalahan dalam pelaksanaan SIRS, antara lain :

  1. Sosialisasi Permenkes No. 1171 / 2011 tentang SIRS belum merata ke semua petugas RS (terutama ke pihak Direksi RS). Karena baru awal tahun 2012, telah di latih petugas rekam medik RS Pemerintah dan swasta.
  2. Pelaksanaan Pelaporan SIRS di RS terkendala infrastruktur di RS. Misal : SDM (petugas Rekam Medik yang merangkap), Petugas IT di RS terbatas dan merangkap, Sarana dan prasarana IT yang terbatas.
  3. Antara RS satu dengan yang lain berbeda dalam mekanisme penerapan SIM-RS dan SIRS, sehingga RS masih terlambat dan belum lengkap dalam mengirim laporan RL ke web Kemenkes RI.
  4. Perbedaan Struktur organisasi di setiap RS berdampak dalam kinerja petugas Rekam Medik dan petugas IT RS dalam kerjasama mengolah Laporan RL.
Semoga bermaanfaat terutama untuk Perkembangan dan Kemajuan Dunia Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Indonesia. :) ^-^


 Buku JUKNIS SIRS 2011-buk.depkes.go.id
http://indra18mangun.wordpress.com/rekam-medis/sirs-rev-6/

Thursday, June 12, 2014

REFERENSI MATERI PERANCANGAN MAP REKAM MEDIS DENGAN KODE WARNA



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Rekam Medis
1.         Pengertian Rekam Medis
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/ MENKES/ PER/ III/ 2008 Bab II Pasal 2 bahwa rekam medis merupakan catatan berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
2.         Tujuan dan Kegunaan Rekam Medis
Tujuan rekam medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tanpa didukung suatu sistem pengelolaan rekam medis yang baik dan benar, mustahil tertib administrasi rumah sakit akan berhasil sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan tertib administrasi merupakan salah satu faktor yang menentukan didalam upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit (Depkes, RI. 2006).
Kegunaan Rekam Medis dilihat dari berbagai aspek, yaitu :
a.    Aspek Administrasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi, karena isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan paramedis dalam mencapai tujuan pelayanan.
b.    Aspek Medis
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai medis, karena catatan tersebut dipergunakan sebagai dasar merencanakan pengobatan dan perawatan yang harus diberikan kepada seprang pasien.
c.    Aspek Hukum
Rekam medis mempunyai nilai hukum karena isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum dalam rangka menegakkan hukum serta penyediaan bahan bukti untuk menegakkan keadilan.
d.   Aspek Keuangan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai keuangan karena rekam medis sebagai bahan untuk menetapkan biaya pembayaran pelayanan di rumah sakit. Tanpa adanya bukti catatan tindakan pelayanan medis maka pembayaran tidak dapat dipertanggung jawabkan.
e.    Aspek Pendidikan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena rumah sakit berisi data dan informasi tentang perkembangan kronologis kegiatan medis yang diberikan kepada pasien berguna sebagai bahan pendidikan dan pengajaran.

f.     Aspek Penelitian
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena rekam medis mengandung data/ informasi yang dipergunakan sebagai bahan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.
g.    Aspek Dokumentasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi, karena rekam medis menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasi dan dipakai sebagai bahan pertanggung jawaban serta laporan Rumah Sakit.
(Depkes, RI. 2006)

B.     Desain Formulir
1.         Pengertian Desain Formulir
Menurut Sudra (2013), formulir adalah secarik kertas yang memiliki ruang untuk diisi. Menurut Edna K. Huffman RRA (1994), bahwa desain formulir adalah kegiatan merancang formulir berdasarkan kebutuhan pencatatan transaksi pelayanan, kegiatan pelayanan dan penyusunan atau pembuatan laporan organisasi.
2.         Aspek-aspek desain formulir
a.       Aspek Fisik
Desain formulir dalam pembuatannya harus memperhatikan aspek fisik meliputi pemikiran tentang bahan, bentuk, ukuran dan warna
1)      Bahan
Berat bahan kertas harus standar, kertas “Bond” sering digunakan disemua percetakan formulir dan kertas dengan berat antar 11 – 12 pounds yang memiliki mutu relatif kuat dan bersih, baik buat penghapus, percetakan dan premensi
2)      Bentuk
Bentuk umum dari folder adalah segi empat
3)      Ukuran
Ukuran standar folder adalah F4
4)      Warna
Warna dasar formulir hendaknya putih atau warna muda lainnya untuk menjaga nilai kontras antara warna dasar formulir dengan  warna tintanya
b.      Aspek Anatomik
Desain formulir dalam pembuatannya harus memperhatikan aspek anatomiknya yaitu kepala (heading), pendahuluan (introduction), perintah (instruction), isi (body), dan bagian penutup (close)
1)      Bagian Kepala (Heading)
Meliputi judul (nama) formulir, subjudul, nama institusi (rumah sakit, puskesmas, dan sebagainya), logo, nomor kode dan revisi, nomor halaman dan informasi pelengkap lainnya. Heading ini bisa ditempatkan dibagian atas atau sisi kanan formulir. Semua formulir dalm suatu institusi hendaknya memiliki posisi dan komposisi heading yang sama. Posisi heading mempertimbangkan aspek penjilidan, penyimpanan, pelipatan dan penataan formulir
2)      Bagian Pendahuluan (Introduction)
Berisi keterangan tambahan mengenai formulir. Jika memang bagian heading sudah cukup menggambarkan fungsi dan tujuan tersebut maka tidak perlu lagi ditambahkan bagian introduction ini
3)      Bagian Perintah (Instruction)
Berisi penjelasan singkat tentang jumlah lembar, cara pengisian, dan cara pengiriman. Bagian ini biasanya diatur penempatannya agar jelas, singkat dan tidak mengganggu alur pembacaan dan pengisian formulir
4)      Bagian Isi (Body)
Merupakan inti dari suatu formulir. Di bagian inilah data dicatat. Penggunaan metode pengelompokan (grouping), urutan (sequence), bentuk dan ukuran huruf (font), warna area (color), batas tepi (margin), spasi (space), garis (line), dan cara pengisian sangat berperan terhadap hasil pengisian formulir.
(a)  Margins
Batas pinggir ini tidak hanya menambah penampilan dan kegunaan formulir, tapi juga pada kesanggupan untuk merancang formulir secara fisik. Margin minimum harus disediakan 0, 32 cm pada bagian atas, 1, 27 cm di bagian bawah, dan 0, 76 cm pada sisi-sisi. Jika yang digunakan adalah stok kartu, paling kurang 0, 32 cm harus disediakan sebagai margin untuk semua sisi. Dapatkan spesifikasi pencetak mengenai margin ini jika ‘image’ formulir mencapai pinggir kertas atau kartu. Proses ini disebut sebagai “bleeding”, dan gaya ini bisa menyebabkan meningkatnya biaya penanganan.
(b)  Spacing
Spacing adalah ukuran area entry data. Spasi diperlukan untuk memberikan luas yang diperlukan guna keperluan pengisian data. Pada waktu mendesain formulir dengan data yang akan diisi dengan mesin ketik, petunjuknya yaitu:
(1)   Horizontal spacing : spacing 0, 25 cm bisa menerima huruf Times New Roman memberikan ruang entry maksimum. Sedangkan spasi ekstra jika perlu untuk mencegah “crowding”.
(2)   Vertical spacing : untuk spacing yang dibuat dengan tulisan tangan berikan horizontal spacing 0,25 cm sampai 0,21 cm per karakter. Vertical spacing memerlukan 0,64cm sampai 0,85 cm. Jika desain kotak yang digunakan diperlukan 0,85 cm.
(c)  Rules
Sebuah rules adalah sebuah garis vertical atau horizontal. Garis ini bisa solid (langsung), dotted (terputus-putus), atau parallel berdekatan yang melayani berbagai tujuan. Rules membagi formulir atas bagian-bagian logis, mengarahkan penulis untuk memasukan data pada tempat yang semestinya, menginstruksikan penulis mengenai panjang yang diinginkan dari data yang dimasukan, membimbing pembaca melalui komunikasi dan menambah daya tarik fisik formulir (kalau diatur dengan benar). Rules sering dipakai untuk membuat kotak-kotak. Desain kotak dapat meningkatkan ruangan yang tersedia pada formulir sampai sebanyak 25%.
Kotak-kotak digunakan pada dua kali teksnik desain utama, yaitu kotak “Garis” dan “X” atau “Bailot” (Pemungutan suara). Kotak garis merupakan sederetan rules dengan tinggi sama diatur secara horizontal pada sebuah garis, lebar cukup pas untuk data yang dimasukan. Kalau pendesain dapat menyusun rules vertikal dari satu garis ke garis berikutnya, maka akan muncul susunan yang teratur dan mengurangi kebutuhan “tab stop”.
Rules tipis dan tebal yang mengelilingi bagian tertentu formulir tersebut dengan “border” dan “screening”. Blockouts adalah cara penghilangan data dari satu bagian atau lebih pada formulir multi bagian melalui penulisan pada bagian yang akan dihilangkan atau di tutup. “screening” atau “shading” merupakan cara yang efektif dalam menekankan atau menghilangkan penekanan area tertentu di formulir. Jika dilakukan dengan warna yang sama dengan cetakan pada formulir akan memberikan ilusi warna ke dua. Jika dilakukan dengan warna yang berbeda akan menjadi sinyal terang.
(d)   Type style (jenis huruf)
Jenis huruf ini penting dalam hal keterbacaan dan penonjolan. Untuk suatu formulir, paling baik adalah menggunakan sedikit mungkin jenis dan ukuran huruf. Item-item dengan tingkat kepentingan yang sama hendaknya dicetak dengan huruf yang sama disemua bagian formulir.
Biasanya jenis italic dan bold digunakan untuk penekanan, tapi terbatas pada kata-kata yang memerlukan penekanan khusus sedang untuk jenis huruf yang dipakai biasanya Times New Roman.
(e)    Cara pencatatan
Hampir semua formulir dihasilkan dengan tangan, atau cetakan komputer. Cara lain pencatatan data mencakup OCR (Optical Character Recognition = Pengenalan huruf secara optis) dan ‘bar code’ yang bekerja sebagai input langsung kedalam komputer.
Sebagai tambahan pada prinsip umum desain formulir yang baik, pertimbangan khusus untuk adanya peralatan OCR atau ‘bar code’ merupakan hal yang penting.
5)      Bagian Penutup (close)
Merupakan bagian akhhir dari sutu formulir sebelum memiliki arti yang sama pentingnya dengan bagian-bagian sebelumnya. Pada bagian ini tercantum tanda tangan, nama terang, keterangan tempat, tanggal (dan jam bila diperlukan)
c.       Aspek Isi
Desain formulir dalam pembuatannya harus memperhatikan aspek isinya yaitu :
1)      Kolom
Kolom disebut juga dengan daerah entri. Merupakan tempat yang disediakan untuk mengisi data.
2)      Item-item
Item-item merupakan kelayakan tempat dari item-item pada formulir. Hal ini merupakan point penting untuk meningkatkan bahwa item-item atau sekelompok itu harus disusun dalam suatu urutan yang wajar pada sebuah formulir.
Perancangan harus mengambil beberapa pertimbangan dari sumber informasi, bagaimana data dikumpulkan dan cara bagaimana user akan memproses data.
3)      Kejelasan kata
Perancangan formulir harus menjaga penggunaan dan memiliki tulisan yaitu dengan kejelasan kata untuk pencarian yang baik dalam penggunaan kata harus tepat. Jika kata yang dipakai tidak tepat maka akan menimbulkan tanggapan atau jawaban yang beda.
4)      Terminologi data
Ada atau tidaknya istilah dalam bahasa medis yang tidak diketahui oleh orang awam yang perlu diberi keterangan dalam bahasa indonesia
                   (Sudra, 2013)                  
                  
C.    Map Rekam Medis (Folder)
1.      Pengertian Map Rekam Medis (folder)
Map rekam medis adalah Sampul yang digunakan untuk melindungi formulir-formulir rekam medis yang ada di dalamnya agar tidak tercecer. Semua formulir rekam medis hendaknya ditata dalam map (folder). Map (Folder) hendaknya dibuat dari bahan manila atau bahan yang lebih kuat, misalnya cardboard (Sudra, 2013)

2.      Macam – macam Map
Ada empat macam map, antara lain :
a.       Brief Ordner
            Gambar 2.1
            Brief Ordner

Adalah map besar yang terbuat dari kertas karton tebal yang didalamnya terdapat penjepit dokumen yang terbuat dari logam dan dapat menampung formulir dalam jumlah banyak.
b.      Stof Map
            Gambar 2.2
            Stof map

Adalah berkas lipatan berdaun yang terbuat dari kertas tebal atau plastik.
c.       Snelhechter
   Gambar 2.3
  Snelhechter
Adalah map yang terbuat dari kertas tebal atau plastik yang di dalamnya terdapat alat penjepit formulir yang terbuat dari logam.
d.      Hanging Map (Map Gantung)
     
            Gambar 2.4
           Map gantung

Adalah map tanpa penjepit yang digantung pada gawang filing cabinet.
                   (Rustiyanto, 2011)
3.      Jenis-jenis Kertas
a.       HVS
Bahan kertasnya agak kasar, umumnya digunakan untuk fotocopy / printer, gramasi yang umum dipakai 70-100 gram
b.      Art Paper dan Matt Paper
Bahan kertas yang digunakan untuk brosur, permukaannya licin, hasil yang didapatkan bagus karena raster kertasnya halus. Gramasi yang umum dipakai 100-150 gram.
c.       Art Karton
Bahan kertas ini sama seperti art paper, tetapi gramasinya lebih tebal. Kertas ini digunakan untuk cetakan karrtu nama, katalog, co profile, brosur. Gramasi yang umum dipakai 210 gram, 230 gram, 260 gram, 310 gram, dan 360 gram.
d.      Duplex (coated)
Bahan duplex ini mudah dibedakan dengan bahan lainnya karena sisi depan putih sedangkan sisi belakangnya abu-abu. Bahan ini banyak digunakan untuk pembuatan box karena harganya relatif murah dibandingkan dengan bahan lainnya. Gramasi yang umum dipakai 250 gram, 270 gram, 310 gram, 350 gram, dan 400 gram.
e.       Ivory
Bahan ivory hampir sama seperti art karton, 2 sisinya putih tetapi tidak seputih art karton. Art karton 2 sisinya licin sedangkan ivory hanya 1 sisi yang licin. Gramasi yang umum digunakan 210 gram, 230 gram, 250 gram, 270 gram, 300 gram dan 350 gram.
f.        Samson Kraft
Warna kertasnya coklat muda, bahannya daur ulang, permukaanya kasar. Kertas ini digunakaan untuk pembuatan paperbag, hangtag, dan amplop folio. Gramasi yang umum diguanakan 150 gram, 220 gram (karrton)
g.      BW/ BC/ Manila
Kertas ini bertekstur, biasanya digunakan untuk stof map, kartu stock barang, terdapat beberpa warna dan gramasi hanya tersedia 1 macam yaitu 210 gram.
4.      Desain Map Rekam Medis (folder)
Folder rekam medis minimal memuat informasi sebagai berikut :
a.       Identitas sarana pelayanan kesehatan
b.      Tulisan “CONFIDENTIAL” atau “RAHASIA” atau keduanya
c.       Nama pasien
d.      Nomor rekam medis
e.       Tahun kunjungan terakhir
(Sudra, 2013)
5.      Fungsi Map Rekam Medis (folder) Rekam Medis
a.       Menyatukan semua lembar rekam medis seorang pasien sehingga menjadi satu riwayat utuh
b.      Melindungi lembar-lembar rekam medis di dalamnya agar tidak rusak, robek, terlipat dan sebagainya
c.       Mempermudah penyimpanan, pencarian, dan pemindahan berkas rekam medis
(Sudra, 2013)

D.    Kode Warna
1.      Pengertian Kode Warna
      Kode warna adalah kode yang dimaksudkan untuk memberi warna tertentu pada sampul rekam medis untuk mencegah keliru simpan dan memudahkan mencari berkas rekam medis yang salah simpan (Depkes, RI. 2006)
2.      Pembagian Kode Warna
      Pendekatan kode warna pada pengarsipan digit terminal atau digit tengah adalah menggunakan 10 macam warna untuk menunjukkan digit primer pertama 0 sampai 9. Bar atau blok dua warna yang muncul pada posisi yang sama dapat dipakai untuk menunjukkan masing-masing digit primer.
                  Pada penentuan warna, umumnya dianjurkan untuk membatasi kode warna dua atau tiga digit. Ini memastikan sistem yang sederhana dan mudah dipahami. Berikut ini adalah tabel angka yangn menunjukkan warna-warna yang berhubbungan denagn nomor priemr dua digit dan nomor primer satu digit
Tabel 2.1
Kode Warna

Nomor Primer Dua Digit
Nomor Primer Satu Digit
Band Berwarna
00-09
0
Purple : Ungu
10-19
1
Yellow : Kuning
20-29
2
Dark Green : Hijau Tua
30-39
3
Orange : Oranye
40-49
4
Ligh Blue : Biru Muda
50-59
5
Brown : Coklat
60-69
6
Cerise : Kemerahan
70-79
7
Light Green : Hijau Muda
80-89
8
Red : Merah
90-99
9
Dark Blue : Biru Tua

(Huffman, 1994)