Selamat Membaca Semoga Bermanfaat


widgeo.net

Wednesday, December 23, 2015

REKAM MEDIS ELEKTRONIK 
(KONSEP, PENERAPAN DAN REGULASI)


Konsep Rekam Kesehatan Elektronik
Dalam UU no 29 tentang Praktik Kedokteran tahun 2004 pada bagian penjelasan pasal 46 ayat (1), yang dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Pengertian yang sama juga digunakan pada Permenkes 269/2008 mengenai rekam medis.Di dalam produk hukum tersebut disebutkan bahwa rekam medis juga dapat berbentuk elektronik. Akan tetapi pengertian secara jelas mengenai rekam medis elektronik atau bahkan seperti perkembangan saat ini menjadi rekam kesehatan elektronik tidak ditemukan.
Rujukan yang lengkap mengenai hal tersebut terdapat dalam berbagai publikasi Institute of Medicine (IOM). Meskipun dari segi aplikasi, rekam pasien berbasis komputer sudah diterapkan sejak sekitar 40 tahun yang lalu, namun konsepnya pertama kali diungkap secara mendalam dalam salah satu publikasi IOM pada tahun 1991. Laporan tersebut berjudul The Computer-Based Patient Record: An Essential Technology for Health Care. Saat itu istilah yang digunakan masih rekam medis/pasien berbasis komputer. Semenjak itu, seiring dengan perkembangan teknologi serta penerapannya dalam pelayanan kesehatan berbagai konsep bermunculan.Pada akhir 1990an istilah tersebut berganti menjadi rekam medis elektronik dan rekam kesehatan elektronik. Pada tahun 2008, National Alliance for Health Information Technology mengusulkan definisi standar mengenai hal tersebut (tabel 1). Perkembangan istilah tersebut menunjukkan bahwa RME/RKE tidak hanya sekedar berubahnya kertas menjadi komputer.
Tabel 1. Pengertian dasar rekam medis elektronik, rekam kesehatan elektronik dan rekam kesehatan personal (Sumber: National Alliance for Health Information Technology (2008, April 28). Report to the Office of the National Coordinator for Health Information Technology on defining key health information technology terms. Department of Health and Human Services. Http://www.nahit.org/docs/hittermsfinalreport_051508.pdf )
Rekam medis elektronik Rekam kesehatan elektronik Rekam kesehatan elektronik
Rekaman/catatan elektronik tentang informasi terkait kesehatan (health-related information) seseorang yang yang dibuat, dikumpulkan, dikelola, digunakan dan dirujuk oleh dokter atau tenaga kesehatan yang berhak (authorized) di satu organisasi pelayanan kesehatan Rekaman/catatan elektronik informasi terkait kesehatan (health-related information) seseorang yang mengikuti standar interoperabilitas nasional dan dapat dibuat, dikumpulkan, dikelola, digunakan dan dirujuk oleh dokter atau tenaga kesehatan yang berhak (authorized) pada lebih dari satu organisasi pelayanan kesehatan Rekaman/catatan elektronik informasi terkait kesehatan (health-related information) yang mengikuti standar interoperabilitas nasional dan dapat ditarik dari berbagai sumber namun dikelola, dibagi serta dikendalikan oleh individu.
Pada tahun 2003, IOM juga mempublikasikan laporan terakhir yang memuat 8 fungsi rekam kesehatan elektronik, yang terbagi menjadi fungsi utama dan fungsi lain. Dengan memadukan kedua literatur tersebut, RME adalah dengan sistem yang hanya berlaku di satu organisasi dengan minimal 4 fungsi utama sedangkan RKE akan melibatkan lebih dari satu organisasi yang berbeda. Di negara kita, RKE mungkin dapat dicontohkan jika terdapat jaringan antar puskesmas, atau bahkan dengan rumah sakit dalam satu lingkup sistem informasi kesehatan kabupaten/kota. Demikian juga konsep RKE bisa berlaku jika suatu jaringan (atau kelompok) pelayanan kesehatan memiliki sistem yang sama untuk berbagi dan bertukar data rekam medis.
Tabel 2. Fungsi RKE menurut Institute of Medicine (2003) (dikutip dari Wager, KA, Lee FW, Glaser JP. Healthcare information systems: a practical approach for health care management. John Wiley & Sons. San Francisco 2009)
Fungsi utama Fungsi lainnya
Data dan informasi kesehatan: diagnosis medik dan keperawatan, daftar pengobatan, alergi, demografi, informasi klinis yang bersifat naratif, hasil laboratorium Komunikasi dan konektivitas elektronik: memungkinkan siapa saja yang terlibat dalam perawatan pasien berkomunikasi satu sama lain dan dengan pasien, teknologi untuk komunikasi serta konektivitas melalui email, Web, perpesanan dan telemedicine
Manajemen hasil (result management): mengelola seluruh hasil (misal laboratorium dan radiologi) secara elektronik Pendukung pasien: meliputi materi pendidikan pasien sampai dengan pemantauan rumah atau telehealth
Pemasukkan perintah (order entry): penerapan pemasukan perintah oleh petugas secara elektronik (computerized provider order entry) khususnya dalam memasukkan pengobatan Administratif: memudahkan proses penjadwalan, otorisasi, verifikasi asuransi, program manajemen penyakit kronik, sampai dengan uji klinik
Pendukung keputusan (decision support): fasilitas pendukung keputusan berbasis komputer, misalnya pengingat, alert, maupun diagnosis berbantuan komputer Pelaporan dan kesehatan masyarakat: mengikuti standar terminologi dan format data untuk pelaporan
Jika melihat definisi tersebut, fasilitas kesehatan dapat disebut telah melakukan penerapan RKE atau RME jika sistem tersebut telah menghubungkan pelayanan pasien di unit utama (rawat jalan dan atau rawat inap) dengan unit penunjang (farmasi, radiologi, laboratorium) dan dilengkapi dengan berbagai fungsi elektronik untuk mendukung pelayanan.
B. Penerapan RKE
Sehingga berdasarkan kajian tersebut di atas, definisi rekam kesehatan elektronik juga harus jelas batasan dan ruang lingkupnya. Apakah baru rekam medis terotomasi, rekam medis terkomputerisasi (biasanya dipindai secara digital), rekam medis elektronik, rekam kesehatan elektronik (RKE) atau sampai dengan rekam kesehatan personal? Berbagai variasi implementasi ini tidak terlepas dari aspek internal organisasi, pilihan pengguna serta kemampuan dan kondisi di fasiltas kesehatan.
Di negara kita, pengalaman menunjukkan bahwa terdapat variasi yang lebar dalam penerapan RME/RKE. Ada yang sudah menggunakan komputer tetapi bersifat standalone utk menyimpan data pasien. Yang jenis seperti ini pun memiliki fungsi yang beragam, dari yang hanya memasukkan diagnosis saja, sampai dengan yang lengkap dengan pengobatan bahkan ada juga disertai dengan formulir mengenai kondisi higiene dan sanitasi rumah tangga (yang pada akhirnya tidak pernah diisi). Ada pula yang sudah realtime multi user dengan local area network (LAN). Puskesmas, rumah sakit, klinik dan balai pengobatan pun juga dapat memiliki rekaman data pasien secara elektronik dengan kondisi yang berbeda-beda.
Di RSUD Banyumas, RME diterapkan untuk asuhan keperawatan sedangkan aspek medis meskipun sudah revisi ke-4 tetapi sampai sekarang belum diimplementasikan. Namun, standar teknis RME seperti yang disebutkan dalam berbagai literatur belum menjadi perhatian utama. DI RSCM, Pusat Jantung Terpadu telah menerapkan sistem informasi klinik berbasis teknologi Web. Sistem tersebut berhasil memadukan data klinis yang telah dimasukkan oleh dokter/perawat terpadu dengan data laboratorium yang langsung terkirim dari alat laboratorium. Salah satu rumah sakit swasta di Jakarta disebutkan telah menggabungkan teknologi teleradiologi yang menggabungkan data image terkirim ke perangkat genggam dokter.
Di kabupaten Purworejo, 20 diantara 27 puskesmas sudah menjalankan RKE dengan kondisi adopsi yang bervariasi. Mereka menggunakan aplikasi berbasis komputer yang didukung dengan jaringan real time dari puskesmas ke dinas kesehatan. Rata-rata setiap puskesmas memiliki 4 komputer yang tersambung dalam LAN. Beberapa kabupaten di Indonesia juga dilaporkan menggunakan model seperti di Purworejo, misalnya di kabupaten Wonosobo, Tomohon dan lainnya.
Di Yogyakarta, di klinik yang khusus melayani para pegawai dan mahasiswa di UGM (GMC= Gadjah Mada Medical Centre) dokternya tidak lagi menggunakan status rekam medis kertas. Mouse dan keyboard sudah menggantikan pena untuk mencatat gejala, hasil observasi, diagnosis sampai dengan pengobatan. Namun, hingga kini hanya klinik tersebut satu-satunya fasilitas kesehatan rawat jalan yang menggunakan rekam kesehatan elektronik (RKE) secara penuh di Jogja. Di kota ini juga, salah satu laboratorium swasta menyediakan layanan akses hasil pemeriksaan laboratorium melalui SMS dan Web.
Jika rumah sakit pendidikan, mestinya keinginan pengembangan lebih kuat daripada rumah sakit non pendidikan. Beberapa pengalaman di luar negeri menunjukkan bahwa keberhasilan RKE diantaranya karena sistem kesehatan memang sangat berbeda: dokter digaji tinggi, kalau tidak mengisi discharge summary tidak digaji, infrastruktur tidak bermasalah, pasien mungkin lebih sedikit. Sementara di tempat kita secara umum pasien banyak, waktu kerja sedikit, tenaga kesehatan terbatas, pasokan listrik tidak menentu, vendornya juga belum tahu. Jika disediakan aplikasi yang canggih, beban entrynya banyak, malah tidak terisi. Memang, tentu saja ada sebagian rumah sakit kita sudah seperti di luar negeri bahkan ada rumah sakit swasta yang vendornya pun juga dari luar negeri.
Dengan perkembangan teknologi yang luar biasa, familiaritas terhadap komputer yang semakin tinggi, infrastruktur jaringan dan komunikasi yang semakin baik, serta tuntutan terhadap pelayanan kesehatan yang lebih efektif, efisien serta keselamatan pasien (patient safety), maka inovasi, kreasi dan adopsi terhadap RME/RKE akan terus meningkat. Nah, pada sisi inilah seringkali muncul keraguan terhadap adanya RME/RKE. Apalagi pengalaman menunjukkan bahwa tidak ada sistem elektronik yang 100% aman. Nah, dari sini pertanyaan yang muncul adalah bagaimanakah perlindungan hukum terhadap RME/RKE? Apakah sistem hukum yang ada sudah cukup menjamin terhadap penerapan RME/RKE? Kalau belum, apa yang kita perlukan?
C. Implikasi Hukum
Secara pribadi, saya merasa tidak memiliki kapasitas untuk menjawab pertanyan tentang apakah sistem hukum yang ada sudah cukup menjamin terhadap penerapan RME/RKE. Saya kira, yang tepat untuk menjawab pertanyaan ini adalah para ahli dan praktisi hukum. Namun, saya mencoba memberikan perspektif yang berbeda mengenai hal ini.
RME/RKE sebenarnya merupakan salah satu komponen dari sistem manajemen kesehatan. Subsistem manajemen kesehatan merupakan salah satu komponen dari sistem kesehatan. Sistem kesehatan juga merupakan salah satu subsistem dari sistem pemerintahan. Ada berbagai perundangan yang sebenarnya memberi warna atau bersentuhan dengan keberadaan RME atau RKE. Sampai saat ini belum ada satu perundangan menyebut secara spesifik istilah rekam medis elektronik atau rekam kesehatan elektronik. Namun demikian, di setiap perundangan terdapat beberapa hal yang sebenarnya menjadi dasar mengapa RME/RKE dapat diterapkan. Beberapa perundangan tersebut adalah:
1.UU 29 2004: Praktek Kedokteran
2.UU 40 2004: Sistem Jaminan Sosial Nasional
3.UU 23 2006: Administrasi Kependudukan
4.UU 11 2008: Informasi dan Transaksi Elektronik
5.UU 14 2008: Keterbukaan Informasi Publik
6.UU 36 2009: Kesehatan
7.UU 44 2009: Rumah sakit
8.Permenkes 511 tahun 2002: Strategi pengembangan SIKNAS dan SIKDA
9.Kepmenkes 844/2006: Kodefikasi data
10.Kepmenkes 269/2008: Rekam medis
Namun, yang menjadi persoalan adalah hingga saat ini belum ada satu produk hukumpun yang secara teknis mengatur mengenai RME/RKE. Hal ini sebenarnya wajar karena hingga saat ini belum ada satu komite/organisasi yang khusus mengkaji secara mendalam mengenai RME/RKE. Sebenarnya, ada perhimpunan rekam medis (PORMIKI), ada pula pendidikan khusus mengenai rekam medis. Demikian juga diskusi mengenai pentingnya RME/RKE sudah mulai muncul. Yang belum adalah upaya bersama untuk membahas mengenai RME dan RKE yang cukup mendalam dan melibatkan berbagai ahli/profesi.
Keterlibatan berbagai profesi ini sangat penting (terutama dari ahli TI) karena sifat kontemporer TI itu sendiri. saat menyusun peraturan mengenai RKE. Perkembangan multimedia saat ini telah mendorong semakin melimpahnya data medis dalam bentuk gambar/foto, suara sampai dengan video. Nah, ketika sudah sampai multimedia ini menjadi wewenang siapa? Kemkes atau Kominfo? Ketika saat ini banyak vendor yang menawarkan berbagai aplikasi, apakah perlu ada aturan tentang standar yang harus dipatuhi? Standar tidak semata-mata kode ICD-10 untuk klasifikasi penyakit. . Demikian juga perlukah sertifikasi terhadap software sehingga hanya software tertentu yang diijinkan untuk digunakan di rumah sakit? Bagaimana pula standar yang mengatur pertukaran data dari alat medis ke database?
Dalam diskusi mengenai RKE di Jogjakarta setahun yang lalu, Prof Budi Sampurno menyampaikan bahwa idealnya peraturan yang tidak akan membuat hukuman, tetapi justru mendorong penggunaannya. Isu mengenai registrasi, sertifikasi dan akreditas mengenai RKE penting dan saat ini perlu dieleborasi lebih rinci lagi agar bisa dibuat norma hukumnya.
D. Penutup
Artikel singkat ini telah mencoba mengulas pengertian rekam kesehatan elektronik, bentuk yang ada maupun prospek penerapannya di berbagai sarana pelayanan kesehatan di Indonesia. Secara umum, kemajuan teknologi dan sistem informasi menjadi salah satu pendorong utama mengapa sarana pelayanan kesehatan mengadopsi RKE. Produk perundangan yang ada juga memberi peluang untuk menerapkannya. Sayangnya, sampai saat ini berbagai produk perundangan yang lebih teknis untuk menjamin mutu serta akuntabilitas RKE masih belum tersedia. UU 36 2009 tentang Kesehatan maupun UU 44 2009 tentang Rumah sakit mengamanatkan disusunnya peraturan perundang-undangan mengenai (sistem/manajemen) informasi kesehatan untuk menjamin upaya kesehatan yang lebih efektif dan efisien serta menjadi dasar manajemen informasi serta pencatatan dan pelaporan di rumah sakit. Namun sebelum perundangan tersebut diterbitkan, keputusan menerapkan RKE sangat bergantung kepada kepemimpinan (leadership) di manajemen sarana pelayanan kesehatan serta komitmen organisasi tersebut untuk memilih menerapkan atau menunggu terbentuknya berbagai produk perundangan dengan berbagai konsekuensinya. Beberapa fasilitas kesehatan sudah melangkah ke sana, bagaimana dengan Anda?


oleh : anisfuad.blog.ugm.ac.id/tag/rekam-medis-elektronik/

No comments:

Post a Comment